4 Indikator Kelayakan Bisnis
Dalam memulai bisnis bukan hanya sekedar menghasilkan angka-angka di atas kertas ataupun saldo di rekening anda. Diperlukan indikator-indikator yang bisa mengukur atas kelayakan dari bisnis tersebut.
Berikut 4 indikator dalam mencari tahu layak ataupun tidaknya bisnis kita.
Apa Saja 4 Indikator Kelayakan Bisnis?
- Profit Margin adalah prosentase dari laba berbanding dengan omzet. Makin besar, tentunya makin bagus. Tidak ada standar minimal baku, namun pada umumnya berkisar 20%. Ini pun bisa lebih, dan juga bisa kurang. Intinya makin besar prosentasenya, makin bagus.
Sebagai Contoh ;
A .Omzet per bulan = 60jt
B. Biaya Bahan Baku = 30jt
C. Biaya Overhead ( Operasional ) = 12jt
D. Laba per bulan –> (A-B-C) = 18jt
E. Profit Margin = 18jt : 60jt x 100% = 30%
Apakah profit hanya 5% terus proyek dianggap tidak layak? Belum tentu juga, karena ada faktor-faktor serta indikator lainnya yang bisa digunakan dalam mengukur layak tidaknya bisnis tersebut. - Return On Investment (ROI) merupakan tingkat pengembalian atas investasi. Bahasa gampangnya adalah berapa modal yang Anda tanamkan dalam bisnis dan menghasilkan berapa uang dalam bentuk prosentase.
Misal untuk membuat Bisnis Konveksi dibutuhkan MODAL INVESTASI 250jt. Omzet per bulan 60jt
A .Omzet per bulan = 60jt
B. Biaya Bahan Baku = 30jt
C. Biaya Overhead ( Operasional ) = 12jt
D. Laba per bulan –> (A-B-C) = 18jt
E. Profit Margin = 18jt : 60jt x 100% = 30%
Maka ROI adalah (D : Modal Investasi x 100%) = 18jt : 250jt x 100% = 7,20% / bulan. Bila disetahunkan menjadi 86 %
Untuk menyatakan layak atau tidak bisnis ini maka musti dibandingkan bila MODAL INVESTASI ditanam atau diinvestasikan ke jenis investasi lainnya. Misal dideposito (5%-8%), dibandingkan dengan inflasi (6%), suku bunga kredit (10%-15%), inflasi emas (20%). - Break Even Point ( BEP ) yang biasa disebut titik impas. Banyak pengusaha salah arti dari apa itu BEP. BEP adalah dimana seluruh biaya tercover dari omzet sehingga profitnya NOL. Profit NOL ini adalah TITIK IMPAS. Bahasa Jawanya PAK PUK.
Misal dengan contoh kasus di atas, maka titik impasnya adalah
A .Omzet per bulan = 24jt
B. Biaya Bahan Baku = 12jt
C. Biaya Overhead ( Operasional ) = 12jt
D. Laba per bulan –> (A-B-C) = 0jt
Titik impas juga bisa diartikan “angka aman”. Maka untuk mengamankan biaya Overhead / Operasional (cenderung biayanya tetap meskipun tidak jualan), maka omzet dikurangi biaya bahan baku harus sama dengan biaya overhead. Bila Anda sudah bisa mengejar “angka aman” maka penjualan berikutnya adalah MURNI PROFIT (setelah dikurangi biaya langsung/biaya bahan baku). - Payback Period artinya kapan MODAL INVESTASI itu bisa kembali. Kita gunakan contoh yang sama dengan di atas.
A .Omzet per bulan = 60jt
B. Biaya Bahan Baku = 30jt
C. Biaya Overhead ( Operasional ) = 12jt
D. Laba per bulan –> (A-B-C) = 18jt
PayBack Period = 250jt : 18jt = 13,9 bulan
Bila kita melihat contoh, maka Payback Periodnya 13,9 bulan atau jika dibulatkan menjadi 14 bulan. Makin cepat makin baik tentunya. Berarti setelah bulan ke 14 bisa disebut bisnis berjalan tanpa modal. Karena modalnya sudah kembali bukan?
Nah demikian indikator kelayakan bisnis yang umum digunakan. Untuk proyek atau bisnis berjangka panjang misal satu startup ataupun proyek infrastruktur, ada beberapa indikator lainnya untuk menilai kelayakan bisnisnya. Contohnya IRR (Internal Rate Ratio), Future Value, dll. Tapi 4 indikator di atas sudah cukup mewakili indikator bahwasannya bisnis kita layak atau tidak.
Leave a Comment